berbagi informasi tentang Public Service. sementara fokus pada Pelayanan publik di Kota Semarang

Dispendukcapil   Kota Semarang belum menerapkan SE tentang pembebasan biaya penetapan Pengadilan Negeri (PN) bagi kelahiran anak yang ...

MAKELAR DAN PUNGLI AKTA LAHIR

Dispendukcapil  Kota Semarang belum menerapkan SE tentang pembebasan biaya penetapan Pengadilan Negeri (PN) bagi kelahiran anak yang terlambat diurus.
Kondisi ini berpotensi terjadinya praktik pungutan liar (pungli) clan makelar untuk menguruskan akta lahir.

MENTERI Dalam Negeri sudah menerbitkan Surat Edaran (SE) kepada seluruh kepala daerah pada 13 September 2011 lalu, bernomor 472.11/3444/SJ. SE itu membebaskan yang lahir setelah keluarnya UU nomor 23 tahun 2006, terhitung mulai kelahiran 29 Desember 2006.
Namun, sampai kini SE itu belum diterapkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Semarang. Warga yang mengurus akta kelahiran bagi anggota keluarganya - dan termasuk terlambat lebih setahun - pun tetap wajib membayar biaya penetapan oleh PN sebesar Rp 265 ribu.
Ditambah Benda keterlambatan Rp 50 ribu, maka warga yang terlambat mengurus harus merogoh kocek Rp 315 ribu. Itupun akta terbit lima bulan kemudian, sebab sidang penetapannya secara kolektif. Menunggu pendaftaran terkumpul di kantor Dispendukcapil Kota Semarang, baru berkasnya dibawa ke PN untuk diberi surat penetapan.
Seorang calo pengurusan akta kelahiran yang nyanggong di loket Dispendukcapil mengaku bisa membantu mengurus agar akta cepat jadi, yaitu satu bulan. Makelar yang tak sudi disebut namanya ini mengaku bisa melobi agar sidang penetapannya dipercepat. Kerjasamanya dengan panitera PN. Tentu ada biaya ekstra untuk layanan kilat ini.
"Kalau mau cepat, bisa saya bantu, Mas. sidang kilat membayar Rp 1.350.000 ke panitera PN. Saya cukup diupahi Rp 100 ribu saja terima beres," ujarnya menawarkan jasa.
Rugikan Masyakarat
Ketua LSM Komite Pendidikan Anti Korupsi (KPAK) BS Wirawan mengomentari, belum dibebaskannya masyarakat dari bea sidang PN dalam penetapan akta kelahiran, jelas merugikan masyarakat. sebab aturannya sudah ada melalui SE Mendagri tersebut.
Wirawan menilai Walikota Semarang lalai dari kewajiban menyosialisasikan SE Mendagri tersebut, sehingga masyarakat jadi korban. Dispendukcapil tetap memungut uang itu karena belum ada Peraturan Walikota (perwal) sebagai payung hukum. sehingga terpaksa memakai aturan lama.
"Walikota telah sengaja lalai tidak menyosialisasikan SE Mendagri yang membebaskan bea penetapan akta ke­lahiran. Masyarakat jelas dirugikan," tu­turnya dalam jumps pers usai mendapat pengaduan dari warga, kemarin,
Ia berencana menggugat Walikota Semarang atas kelalaian tersebut, sebab telah membebani masyarakat.
Masih Proses
Kapala Seksi Kelahiran Dispendukcapil Kota Semarang Muhamad Safari ketika dikonfirmasi di kantornya menyatakan,
pihaknya sebenarnya ingin segera mengumumkan ke masyarakat kalau sekarang tanpa perlu penetapan oleh PN. Agar pihaknya tak perlu memungut uang bea sidang tersebut.
Namun, kata dia, belum ada payung hukum untuk melakukannya yaitu Peraturan Walikota (Perwal). Dispen­dukcapil, kata Safari, telah membuat drat Perwal terkait hal itu jauh-jauh hari. Namun masih diproses Bagian Hukum Pemkot Semarang. "Masih da­lam proses, Mas. Bagian Hukum belum menyerahkan drafnya kepada walikota. Jadi menunggu Perwal," jelasnya.
Surat Edaran Mendagri, lanjutnya, memang tertanggal 13 September. Tapi baru datang ke Bagian. Umum Pemkot Semarang pada 19 Septem­ber. Lalu masuk Dispendukcapil tanggal 22 September. Meski pihaknya telah punya konsep Perwal tentang akta kelahiran, berpedoman Perwal tahun lalu, proses yang harus dilalui mesti melewati Bagian Hukum Pemkot dulu. Baru Setelah disetujui Bagian Hukum, diajukan ke Walikota.

Sumber : Harian Semarang, 13 Oktober 2011