Beberapa waktu lalu tepatnya hari kamis, 13 Oktober 2011 ada sebuah tragedi yang terjadi di China, Tragedi ini menimpa Yue Yue, gadis balita yang dinyatakan mengalami mati otak setelah dua kali di Gilas oleh mobil di Kota Foshan, Provinsi Guangdong, dan diabaikan 18 orang yang lewat. Kamera pengawas memperlihatkan balita itu ditabrak mobil van. Pembaca bisa melihatnya dengan link di bawah ini. Atau bisa juga search rekaman kejadiannya di Youtube
Sopirnya kabur dan meninggalkan gadis cilik itu berlumuran darah di tengah jalan sempit. Sekitar 18 orang yang lewat dalam 17 menit kemudian mengabaikan Yue. Kematian Yue Yue adalah salah satu topik terpopuler di Weibo–Twitterala China–di mana orang-orang mengungkapkan kesedihan dan kemarahan mereka atas insiden itu. “Selamat jalan,Yue Yue kecil.Tak ada mobil di surga,” tulis salah satu pengguna Weibo.
Selanjutnya SINDO menulis, "Apa yang terjadi pada moralitas? Di mana simpati yang sebenarnya harus dimunculkan? Bagaimana mungkin manusia bisa lebih kejam dari hewan berdarah dingin? Pertanyaan-pertanyaan ini mengepung di ruang publik di China", dan akhirnya SINDO menyimpulkan peristiwa ini dalam headline-nya sebagai "Tragedi Moralitas di China".
Banyak komentator berspekulasi bahwa kegagalan membantu Yue Yue dimotivasi oleh rasa takut dituding sebagai penyebab luka yang dialami balita itu setelah kasus pada 2006 di mana seorang pengendara mobil bernama Peng Yu yang berhenti untuk menolong seorang wanita tua malah diadili di Nanjing.
Peng Yu, saat itu berusia 26 tahun, berhenti setelah melihat seorang wanita jatuh.Tapi, wanita tua itu malah menuduh Peng telah menabraknya dengan mobil dan pengadilan memerintahkan pria itu memberikan kompensasi sebesar 45.000 yuan. “Hakim di kasus Peng Yu telah menghancurkan kebaikan seluruh negara dan sulit dipulihkan,” papar seorang pengguna Weibo.
Pada 13 Maret 1964, pukul 03.00 dini hari, Kitty Genovese, 28 tahun, pulang ke apartemennya di daerah Queens, NewYork City. Ketika itulah dia diserang oleh seorang pembunuh serial yang menusuknya berkali-kali. Kitty berteriak-teriak minta tolong, tetapi tidak seorang pun tetangga yang menolongnya. Seorang tetangga mendengarnya, membuka jendela, melongok keluar, si pembunuh lari, tetapi tetangga itu menutup lagi jendela dan si pembunuh datang lagi untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Semua peristiwa itu berlangsung selama paling sedikit 30 menit, dan baru diketahui esok harinya. Menurut media massa, polisi mewawancarai tidak kurang 38 saksi yang mendengar atau melihat peristiwa itu, tetapi tidak satu pun yang turun tangan untuk menolong atau menelepon 911 (polisi). Kasus ini kemudian menjadi contoh klasik dalam buku-buku dan kuliah-kuliah Psikologi Social di seluruh dunia.
Peristiwa ini begitu mengejutkan buat orang NewYork ketika itu. Masyarakat pun heran dan marah. Mengapa orang-orang itu hanya bengong? Tetapi para psikolog bukan hanya heran, melainkan terus berusaha mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka membuat berbagai penelitian di laboratorium, dan hasilnya adalah bahwa memang kalau ada orang mendapatkan masalah/kesulitan/kemalangan, orang lain vang lewat atau ada di sekitar itu (bystanders) cenderung tidak peduli. Mereka lanjut saja dengan kegiatan masing-masing. Yang menarik, adalah bahwa makin banyak bystanders makin besar juga ketidakpedulian mereka, dan pertanyaan yang kemudian timbul adalah, mengapa seperti itu (tidak bermoral, lebih kejam dari hewan) bisa terjadi?
Beberapa psikolog mengemukakan teori bahwa makin banyak kehadiran orang lain, makin seseorang merasa dirinya tidak perlu dirinya ikut campur. Tentunya di antara orang-orang lain itu, akan ada saja yang mem-bantu korban,atau karena merasa dirinya tidak mampu menolong, bukan ahlinya. Biarlah dokter atau polisi yang mengurusnya. Sebagian lain juga berpikir bahwa jangan-jangan kalau dia ikut-ikutan malah timbul masalah dengan polisi dsb. Mereka mau main selamat saja. Padahal, semua orang tabu bahwa untuk menelepon "911" untuk minta bantuan polisi, tidak diperlukan keahlian apa pun, dan kita sekarang tahu bahwa yang menolong YueYue hanyalah seorang pemulung, yang insyaAllah, tidak sepandai mereka-mereka yang naik mobil atau sepeda motor.
Pakar lain mencoba menjelaskannya dengan teori overload, yaitu bahwa benak manusia (terutama yang sibuk, di kota-kota besar), sudah penuh sesak dengan berbagai urusan, sehingga enggan untuk memasukkan satu urusan lagi di kepalanya. Nah, hasil penelitian adanya kecenderungan untuk tidak menolong karena adanya banyak orang lain di situ, oleh para pakar psikologi sosial dinamakan Bystander effect.
Kemudian ternyata teori Bystander effect ini diperkuat terus dengan bukti-bukti yang terjadi di lapangan. Pada Juni 2000, serombongan orang Puerto Rico yang mabuk, dalam pawai Hari Puerto Rico di Central Park, New York, tiba-tiba menjadi agresif secara seksual dan menyerang sekitar 60 perempuan. Sedikitnya dua korban meminta bantuan polisi yang berjaga dekat situ, tetapi polisi-polisi itu diam saja (ternyata polisi AS lebih bego dari polisi Indonesia). Tidak ada seorangpunyangmencoba menelepon 911 atau menawarkan pertolongan. Pada 16 Juni 2008 di Turlock, California, Sergio Anguiar memukuli anaknya yang berumur dua tahun, di hadapan teman-temannya, kerabatnya, keluarganya, termasuk seorang komandan pemadam kebakaran sukarela. Semua diam saja, walaupun anak Anguiar hampir mati. Akhirnya pacar komandan pemadam kebakaran menelepon 911 dan seorang polisi bernama Jerry Ramar datang dengan helikopter. Sambil menodongkan pistol, Rarnar memerintahkan Anguiar untuk berhenti memukuli anaknya, yang dijawab Anguiar dengan "menembak" Ramar dengan jarinya, dan Ramar membalasnya dengan menembaknya. (dengan peluru betulan) di kepala.
Itulah beberapa paparan yang disampaikan Sarlito, tentu masih banyak kasus lain yang bisa menjadi salah satu bukti adanya Bystander effect ini. Mudah-mudahan syndrome ini tidak banyak menjangkiti masyarakat yang ada di negeri tercinta ini. Negeri yang terkenal ramah dengan adat ketimurannya. Negeri yang masyarakatnya guyub dengan gotong royong dan saling tolong menolong.