berbagi informasi tentang Public Service. sementara fokus pada Pelayanan publik di Kota Semarang

TEKANAN demi tekanan kini menerpa Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Tekanan terberat adalah kesaksian Mindo Rosalina Manulang...

Akankah Anas Bernasib Naas?



TEKANAN demi tekanan kini menerpa Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Tekanan terberat adalah kesaksian Mindo Rosalina Manulang, direktur marketing PT Anak Negeri —anak perusahaan Permai Group— dan Yulianis, wakil direktur keuangan Permai Group dalam sidang kasus korupsi proyek Wisma Atlet SEA Games 2011 dengan terdakwa M Nazaruddin.

Keduanya mengaitkan Anas dengan kasus yang menjerat Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat.

Mindo dalam sidang 16 Januari lalu, menyebut Anas sebagai bosnya. Anas disebut oleh Mindo menjabat pimpinan di PT Anugrah Nusantara, yang merupakan perusahaan induk milik Nazaruddin, serta menyebut mantan anggota KPU Pusat tersebut sebagai ”Ketua Besar”. Mindo dalam kesaksiannya mengatakan, Anas mendapat dana dari proyek Wisma Atlet.

Sementara itu Yulianis dalam sidang 25 Januari lalu menyebut, uang dari perusahaan milik Nazaruddin mengalir ke mana-mana, termasuk ke Kongres Partai Demokrat di Bandung 2010 sebesar Rp 30 miliar dan 5 juta dolar AS (setara Rp 45 miliar). Juga mengalir ke Anas Urbaningrum sebesar Rp 100 juta.

Dikatakan terberat, karena bila Anas akhirnya dinyatakan terlibat dan statusnya dinaikkan dari saksi menjadi tersangka, maka hal ini merupakan pintu masuk untuk melengserkan dirinya dari kursi Ketua Umum PD.

Selain itu, sebelum Mindo Rosa dan Yulianis bersaksi, Nazaruddin sudah berkali-kali mengeluarkan pernyataan yang menyeret Anas. Nazar mengatakan Anas pernah menjabat sebagai salah satu bos PT Anugrah Nusantara. Perusahaan ini ikut masuk dalam pusaran kasus korupsi proyek PLTS di Kemenakertrans. Nazar menyebutkan bahwa Toyota Alphard milik Anas dibeli dengan uang hasil proyek tersebut.

Terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan Sport Center Hambalang, Kabupaten Bogor, Nazar juga menyebut Anas menerima uang dari pemenang tender megaproyek tersebut.

Anas menilai bahwa kesaksian Nazar, Mindo, dan Yulianis adalah fiksi hukum atau cerita karangan yang tak berdasar. Dia menegaskan bahwa kader-kader Demokrat tidak terpengaruh dengan cerita-cerita karangan tersebut, karena mampu berpikir waras.

Kubu Berseteru

Bila kita menengok ke belakang, dalam hal ini Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun 2010, maka akan terlihat terbangunnya tiga kubu di partai berlambang bintang Mercy tersebut. Kubu pertama mengusung Marzuki Alie, kedua Andi Mallarangeng, dan ketiga Anas Urbaningrum.

Menjelang dilakukannya voting, Marzuki dan Andi bergandeng tangan memasuki ruang sidang. Hal ini diartikan mereka bersatu membendung Anas. Mereka bersatu karena terbetik kabar bahwa Anas tidak direstui Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun Anas yang tidak mendapatkan restu, ternyata muncul sebagai pemenang. Banyak analis menilai, kemenangan Anas tak lepas dari solidnya pendukung, ditambah meloncatnya sebagian pendukung Andi dan Marzuki.

Di tengah kongres juga beredar kabar, Anas menolak panggilan SBY pada saat voting akan dilakukan. Anas menolak karena khawatir disuruh mundur dari pencalonan.

Pada awal kepemimpinannya, posisi Anas juga tidak aman. Dalam Rakornas Partai Demokrat di Sentul, 23-24 Juli 2011, sudah muncul ajakan untuk melakukan KLB. Namun KLB —yang berpotensi meretakkan kesolidan Partai Demokrat— akhirnya tidak terlaksana.

Sebagai pihak yang sebenarnya tidak mendapat restu dari SBY, posisi Anas menjadi rawan untuk digoyang. Bila memang ada banyak kubu di Partai Demokrat, maka yang paling berpotensi menggoyang Anas adalah kubu Marzuki Alie. Mengapa demikian?

Andi Mallarangeng yang kini menjabat sebagai Menpora juga tidak aman. Pria berkumis tebal itu sering disebut Mindo ikut menerima uang terkait kasus Wisma Atlet.

Marzuki Alie dalam beberapa kesempatan mengakui bahwa kasus korupsi yang melibatkan Nazaruddin dan kasus Bank Century akan terus dipolitisasi lawan-lawan politik. Ini diyakininya akan mencederai dan mempersulit langkah Partai Demokrat.

Pernyataan Marzuki ini secara tidak langsung menohok Anas. Hal ini juga diikuti oleh manuver orang-orang Marzuki, yang mendesak SBY agar menonaktifkan Anas, berdasarkan argumen-argumen yang pas, seperti citra partai semakin merosot bila ketua umum terkait kasus korupsi. Partai harus segera diselamatkan, begitu kata mereka.

Lalu bagaimana sebenarnya soliditas kubu Anas?

Bila pengakuan Nazar bahwa Anas menang karena melakukan politik uang adalah benar, maka ini menunjukkan dukungan terhadap Anas sejatinya lemah. Bila Anas kehabisan uang, maka bisa jadi dukungan terhadapnya melemah.

Di tengah maraknya serangan bertubi-tubi itu, SBY menggelar pertemuan di Puri Cikeas dengan seluruh anggota Dewan Pembina. Namun semua yang hadir dalam pertemuan 24 Januari tersebut, membantah pertemuan untuk membahas nasib Anas.

Mereka mengatakan itu adalah pertemuan rutin biasa untuk membahas banyak hal. Bantahan itu disampaikan oleh Marzuki Alie, Syarief Hasan, dan Achmad Mubarok. Namun sumber lain mengatakan bahwa SBY sebenarnya juga sudah gerah dengan terpuruknya popularitas Demokrat gara-gara Anas, sehingga memang dilakukan pembicaraan untuk membahas itu.

Muncul pertanyaan, mengapa SBY sebagai orang yang berpengaruh di Partai Demokrat tidak segera menurunkan Anas?

Kuat dugaan, SBY mengalami kesulitan luar biasa untuk mendepak Anas karena ada risiko politik besar. Mungkin ada kekhawatiran SBY, Anas akan bernyanyi dan ‘nyokot’ sana-sini bila dikorbankan dalam permainan tingkat tinggi ini.

Dengan tren korupsi kita adalah korupsi berjamaah, bisa saja Anas berubah menjadi whistle blower, karena tentu dia tidak mau dikorbankan sendirian.

Pertanyaannya, akankah Anas bernasib naas dan pasrah dijadikan korban, tanpa memberikan perlawanan balik? Juga apakah Demokrat berani melakukan bersih-bersih besar-besaran di tubuh partai, dengan tujuan mendongkrak kembali citra? Tentunya berbagai faktor ini harus dihitung masak-masak oleh SBY

Hartono harimukti

Sumber : suaramerdeka.com