LANTUNAN bacaan Alquran berkumandang dari Masjid Muttaqin yang ada di Jalan Cumi-cumi Raya, Rabu (7/3). Setelah beberapa ayat dibacakan, suara azan terdengar memecah siang yang terik tersebut. Ketika sang muazin mengumandangkan azan, beberapa lelaki yang mengenakan sarung lengkap dengan peci hitam, berduyun-duyun keluar dari gang-gang yang ada di jalan itu menuju masjid. Disusul kaum ibu yang telah mengenakan mukena, berjalan dengan cepat tanpa mempedulikan anak-anak yang berlarian pulang sekolah. Setelah azan, suara riuh anak-anak yang bermain di sudut gang mulai mereda. Iqomat sang muazin kembali terdengar. Barisan shalat nampak tertata rapi. Rakaat demi rakaat dilakukan tanpa tergesa. Setelah salam, jamaah tidak langsung bergegas meninggalkan masjid. Mereka khusyuk berdoa.
Ya, itulah pemandangan Kampung Tikung Baru yang ada di Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara siang itu. Pada 1970-1980, Kampung yang sebelumnya bernama Kampung Baru Tikung dikenal sebagai kantong kriminal, sarang penjahat, sarang preman, dan memiliki slogan Jalmo Moro Jalmo Mati.
Pendidikan Rendah
Mayoritas warga pun hanya berpendidikan rendah. Pekerjaan yang ditekuni pun hanya buruh kelas rendah. Alhasil, anak-anak pun banyak yang telantar. Judi, minum minuman keras dan berkelahi, menjadi aktivitas sehari-hari. Ketika melamar kerja, para pemuda tidak mencantumkan nama kampung dalam lamaran.
’’ 90 persen warga di bawah garis kemiskinan. Kepercayaan dunia usaha dengan masyarakat juga sangat rendah. Kehidupan saat itu semrawut, banyak rumah rusak, dan rata-rata warga hanya lulus SD saja,’’ tutur Sutikno (53) warga Kampung Tikung Baru RT 6 RW 4, kemarin.
Masih hangat dalam ingatan bapak enam anak itu.
Pada 1980-an, kampung di Semarang bagian utara ini dikenal sebagai sarang preman. Tak ada satu pun warga luar kota, sopir taksi, bahkan tukang becak yang berani masuk ke kampung itu setelah pukul 18.00. Kini, kondisi itu telah berubah 180 derajat. Bagaimana kisahnya?
Saat masih duduk di bangku SD, kebiasaan mengambil barang yang bukan miliknya menjadi aktivitas sehari-harinya bersama teman-teman.
’’Di kawasan ini memang sejak dulu banyak gudang. Ketika ada truk lewat, kami langsung naik dan menurunkan beberapa barang, lalu kami jual. Dulu, 60 persen warga disini merupakan tokoh besar. Bahkan, ada anggapan kalau belum mencuri atau melakukan tindak kriminal belum diakui sebagai warga Baru Tikung. Saya pun saat itu belum menyadari kalau mencuri adalah perbuatan kriminal,’’ ujar Kepala Seksi Pembangunan Pemerintah Kelurahan Bandarharjo itu, saat ditemui di kantornya.
Akibatnya, kampung itu dikenal dengan ’’Kampung Gali”. Tak pernah ada sopir taksi, tukang becak atau tukang ojek yang berani masuk membawa penumpang. Jika ada warga Baru Tikung yang ingin pulang dengan jasa taksi atau ojek, para sopir taksi atau tukang ojek selalu beralasan menunggu pesanan.
Jadi Menteri
Hal senada juga disampaikan Slamet Riyanto (47) warga RT 5 RW 6 kampung itu, kemarin. Karena merasa tidak nyaman dengan keadaan kompungnya itu, hasrat untuk pindah pun terus menggebu. Namun, dengan perubahan yang hampir mencapai 180 derajat sekarang ini, untuk meninggalkan Kampung Tikung Baru, menjadi sangat berat. Jika dahulu parkir sepeda motor di luar rumah saja langsung hilang, kini setiap malam hampir 30-an sepeda motor yang selalu diparkir diluar tidak pernah hilang.
’’Sejak Kelurahan Bandarharjo dipimpin oleh Lurah Suparmin yang kini sudah almarhum, kampung kami dirubah total. Penataan warga pendatang dan warga asli dilakukan. Kegiatan keagamaan ditingkatkan, penyadaran kepada masyarakat soal pendidikan digencarkan,’’ ujar Ketua Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Kelurahan Bandarharjo itu.
Kisah masa kecil pun juga masih diingat oleh lelaki bertubuh besar itu. Permainan lotere, capjiki, main kartu menjadi kebiasaan ketika salah satu warga menggelar pesta pernikahan, sunatan, kelahiran maupun saat salah satu warganya meninggal.
’’Sekarang, tidak ada lagi permainan itu. Setiap warga akan menggelar pernikahan, sunatan atau kelahiran anak, selalu digelar pengajian terlebih dahulu dengan mendatangkan seorang kiai atau ustad. Tak hanya itu, 70 persen generasi muda sudah sarjana dan bekerja sebagai polisi, tentara, PNS dan karyawan perusahaan. Bahkan ada yang jadi Menteri Pertahanan. Pak Purnomo Yusgiantoro itu kelahiran kampung ini lho,’’ paparnya bangga.
Tak hanya itu, ujar Riyanto, setiap RT pun kini memiliki jamaah pengajian yang menggelar yasinan, tahlilan keliling secara rutin. Ketua RT yang warganya tidak rutin menggelar pengajian, akan malu dan meminta warganya membentuk perkumpulan jamaah pengajian. ’’Sekarang ini, kampung ini lebih dikenal dengan Kampung Santri ketimbang Kampung Gali. Sudah banyak warga yang pergi ke Tanah Suci untuk ibadah haji, tokoh-tokoh agama pun mulai bermunculan,’’ tandasnya.
Di tengah perubahan yang signifikan, menurut warga RT 2 RW 7, Puji Hastuti (41) masalah infrastruktur masih menjadi kendala warga untuk hidup makin nyaman dan sistem kekeluargaan yang erat.
’’Hampir setiap bulan, wilayah ini menjadi langganan rob dan banjir. Penyakit gatal-gatal, diare, DBD dan infeksi saluran pernapasan menjadi langganan juga. Bahkan, kami takut jika ada penyakit yang mengancam, yakni lestoporosis,’’ ujar ibu dua anak yang sehari-hari bekerja di Klinik Kesehatan Mer-C itu, kemarin.
Puji berharap, pemerintah menanggulangi masalah rob dan banjir yang terus melanda kawasan itu, sehingga ancaman serangan penyakit dapat dihindari. (Muhammad Syukron-61)
Sumber : Suaramerdeka.com
LANTUNAN bacaan Alquran berkumandang dari Masjid Muttaqin yang ada di Jalan Cumi-cumi Raya, Rabu (7/3). Setelah beberapa ayat dibacakan, sua...
About author: Puser Semarang
Cress arugula peanut tigernut wattle seed kombu parsnip. Lotus root mung bean arugula tigernut horseradish endive yarrow gourd. Radicchio cress avocado garlic quandong collard greens.