Harian Suara merdeka hari ini memberitakan tentang salah seorang “srikandi” PDIP Pati Endang Sawitri, S.H. Keputusannya untuk mundur dari PDIP ditengah suasana Musyawarah Anak Cabang (Musancab) DPC PDIP Pati (26/9) memang terbilang mengejutkan. Ditengah acara yang seharusnya penuh dengan nuansa keakraban karena berkumpulnya kader-kader PDIP, Endang malah merasakan ketidaknyamanan. Ia tidak nyaman dengan aroma alkohol yang menyengat dalam ruangan tempat terselenggaranya Musancab, ia juga tidak nyaman dengan teriakan yel-yel yang mengarah pada dukungan ke salah seorang calon ketua PAC. Suasana seperti ini menurutnya sudah menyimpang dari ketentuan. Dia mengkhawatirkan terjadinya keributan dalam acara yang diselenggarakan di kediamannya di Desa Polowan, Kecamatan Tayu.
Ia mengambil tindakan tegas dengan mempersilahkan penyelenggaraan Musancab dipindah ke tempat lain. Dasar pertimbangannya, musyawarah model itu tidak akan menghasilkan kepengurusan yang benar-benar sesuai dengan mekanisme dan harapan, karena sudah ada rekayasa dari kelompok yang berkepentingan.
“lebih baik kami mundur sebagai kader PDIP, karena kinerja dan mekanisme partai sudah tidak sesuai dengan tuntutan nurani, visi, dan misi sebagai individu ataupun partai untuk alat perjuangan”, tutur wanita yang bergabung dengan PDIP sejak 1997 ini.
Endang adalah salah seorang putri dari tokoh Marhaen pada masanya, dan memegang prinsip sebagaimana ayahnya bahwa ikut berkecimpung dalam PDIP bukanlah untuk mencari kedudukan, pangkat, atau jabatan. Kenyataan yang dijumpainya adalah bahwa partainya saat ini sudah mulai ada warna rekayasa kepentingan, sehingga visi misinya menjadi tidak jelas. Akibatnya, partai sebagai alat untuk memperjuangkan kepentingan rakyat ke depan dipastikan tidak akan pernah terakses lagi.
Fenomena pindah parpol atau keluar dari parpol memang sudah biasa terjadi. Tentu dengan alasan yang berbeda-beda. Salah satu alasan yang bagus adalah karena merasa partainya sudah tidak jelas visi misinya, dan sudah terlalu parah untuk dibenahi. Dan salah satu alasan yang buruk adalah keluar dari PDIP dan bergabung dengan parpol yang lebih banyak duitnya seperti Nasdem.
Pimpinan PDIP patut bersyukur jika partainya secara alami dibersihkan dari kader-kader mata duitan yang loncat ke parpol lain. Tapi harus interospeksi manakala aset terbesar berupa kader yang benar-benar tulus perjuangkan rakyat malah keluar dari partai yang dipimpinnya.