berbagi informasi tentang Public Service. sementara fokus pada Pelayanan publik di Kota Semarang

DEWAN  Perwakilan Rakyat pekan lalu menyetujui Rancangan Undang-Undang Pangan. Esensi terpenting dari UU Pangan yang baru, pangan harus sena...

Apa Jaminan dari UU Pangan

DEWAN Perwakilan Rakyat pekan lalu menyetujui Rancangan Undang-Undang Pangan. Esensi terpenting dari UU Pangan yang baru, pangan harus senantiasa tersedia secara cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam, serta harganya pun harus terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Semangat yang tercermin dari UU Pangan yang baru, kita harus mampu mencapai swasembada pangan. Untuk itu diperlukan hadirnya badan otoritas pangan yang bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden.

Kita tentunya menghargai lahirnya UU Pangan yang mempunyai semangat luar biasa untuk membangun kedaulatan pangan. Dari UU tersebut tercermin keinginan untuk menyejahterakan para petani di satu sisi, tetapi membuat masyarakat mempunyai kemampuan membeli pangan untuk kebutuhan sehari-harinya.

Sejak lama kita mendambakan kemampuan bangsa ini untuk bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Terlalu lama kita tidak memiliki kedaulatan, sehingga akhirnya terlalu tergantung kepada bangsa lain.

Dalam pidato politiknya, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengajak kita untuk berani bercermin diri. Ia mengatakan, "Mari kita lihat, bahan pangan apa yang tidak kita impor sekarang ini."

Sebagai negeri agraris, sangat tidak masuk akal apabila kita tidak mampu membangun pertanian yang kuat. Sejak zaman Belanda, negeri ini dikenal sebagai basis pertanian yang kuat. Kita bukan hanya dikenal sebagai penghasil rempah-rempah terbesar di dunia, tetapi memiliki keunggulan dalam banyak produk mulai dari gula, kopi, pala, karet, hingga cokelat.

Begitu banyak balai-balai penelitian yang dibangun Hindia Belanda di Indonesia. Kalau kita jalan ke Bogor, maka dengan mudah kita bisa melihat peninggalan Belanda itu. Bogor menjadi pusat penelitian mulai untuk tanah hingga komoditas unggulan.

Sekarang pun pusat-pusat penelitian itu masih ada. Hanya tidak banyak lagi hal-hal besar yang bisa mereka hasilkan. Bahkan ada beberapa yang mau diubah peruntukannya untuk kegiatan bisnis, karena kita tidak sanggup untuk membiayai penelitiannya.

Ironis kemudian kehebatan pertanian Indonesia itu pelan-pelan memudar. Posisi Indonesia untuk komoditas pangan dan hortikultura, misalnya diambil oleh Thailand. Untuk produk-produk tanaman keras, Malaysia muncul sebagai kekuatan baru.

Belum terlambat bagi kita untuk membangun kembali pertanian kita. Namun harus ada pemimpin dengan visi besar yang muncul untuk melemparkan gagasan. Bahkan dibutuhkan kemampuan yang kuat untuk mewujudkan visi tersebut.

UU Pangan tidak akan ada artinya apabila tidak ada orang kuat yang menjalankan Badan Otoritas Pangan. Apalagi jika pertanian masih dianggap sebagai peluang bisnis yang bisa dipakai untuk memperkaya diri sendiri.

Keasyikan untuk terus melakukan impor pertanian, salah satu sebabnya adalah karena ada kick-back di balik itu. Impor beras yang dilakukan misalnya, bukan semata-mata karena ada kekurangan akan kebutuhan pokok masyarakat, tetapi di balik setiap kilogram beras yang diimpor, ada keuntungan yang luar biasa.

Hal yang sama terjadi dengan daging sapi. Bisnis impor daging sapi merupakan peluang bisnis yang luar biasa. Tingkat keuntungan yang didapatkan, bisa membuat orang tiba-tiba menjadi kaya raya.

Itulah yang kemudian membuat kita enggan untuk bisa mencapai swasembada. Ketika kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi sendiri oleh kita, maka tidak ada peluang bisnis yang bisa didapat. Itulah salah satu yang membuat kita begitu asyik mengimpor dan lupa untuk meningkatkan produksi pertanian di dalam negeri.

Sepanjang paradigma itu tidak diubah, maka UU Pangan hanya sekadar macan ompong. Kita tidak pernah akan bisa memenuhi apa yang sudah digariskan di dalam UU Pangan, kalau tidak ada kemampuan untuk membangun kedaulatan pangan.

Kita memiliki potensi yang luar biasa untuk membangun pertanian kita. Bukan hanya kita memiliki manusia yang akrab dengan dunia pertanian, tetapi iklim yang bersahabat, lahan yang mencukupi, bahkan bibit lokal yang luar biasa. Yang kita perlukan hanya kemauan untuk menjadikan semua potensi itu menjadi sesuatu yang benar-benar bisa diwujudkan.

Sumber : metrotvnews.com